Biadab, Tentara Armenia Bantai Ratusan Bayi dan Anak-anak Azerbaijan
Jumat, 02 Oktober 2020
Konflik sengketa wilayah Nagorno-Karabakh (Artsakh) yang melibatkan Armenia
dan Azerbaijan sudah terjadi lebih dari 30 tahun. Pendudukan secara sepihak
pasukan Angkatan Bersenjata Armenia di Artsakh, dipercaya sebagai faktor
utama meletusnya Perang Armenia-Azerbaijan.
Menurut laporan yang diterima VIVA Militer dari The New York Times, penduduk
etnis Armenia yang tinggal Nagorno-Karabakh pernah memproklamirkan
kemerdekaan pada 10 Desember 1991 dengan bentuk negara republik.
Akan tetapi, dunia internasional tidak mengakui kedaulatannya. Karena secara
de jure, Nagorno-Karabakh masih masuk dalam teritorial Azerbaijan. Sejak
saat itu, Nagorno-Karabakh pun menjadi medan tempur yang melibatkan personel
militer Armenia dan Azerbaijan.
Sejarah mencatat kekejaman pasukan Angkatan Bersenjata Armenia, yang pernah
melakukan pembantaian warga sipil. Tak segan, tentara-tentara Armenia tega
menghabisi nyawa orang lanjut usia, wanita, anak-anak, bahkan bayi.
Peristiwa mengerikan itu dikenal sebagai Pembantaian Khojaly (Hojali), yang
terjadi pada 26 Desember 1962.
Khojaly sendiri merupakan distrik yang berada di wilayah Azerbaijan, dan
terletak dalam batas administratif dengan wilayah Khankendi-Askeran. Di kota
itu lah kejatahan perang yang dilakukan pasukan militer Armenia
terjadi.
Dalam data yang dikutip VIVA Militer dari Human Rights Watch dan Times,
ratusan warga sipil menjadi korban pembantaian pasukan Armenia. Tercatat ada
613 warga Azerbaijan mati dibunuh tentara Armenia. 106 diantaranya adalah
wanita, sementara 83 korban lainnya adalah bayi dan anak-anak.
Pembantaian itu terjadi saat sejumlah besar warga sipil dan kelompok pejuang
Azerbaijan bergerak untuk meninggalkan Khojaly, karena kota itu sudah jatuh
ke tangan pasukan militer Azerbaijan. Pergerakan warga sipil itu diketahui
oleh pasukan Armenia lantaran ada sebuah pos penjagaan di perbatasan.
Seketika, tentara Armenia langsung menembaki warga sipil Azerbaijan tanpa
pandang bulu dengan kejam.
Dalam laporan lain yang diperoleh VIVA Militer juga dari Human Rights Watch,
resimen ke-366 Angkatan Bersenjata Armenia adalah pihak yang harus
bertanggung jawab atas pembantaian itu. Bahkan seorang perwira yang memimpin
di kesatuan tersebut, sempat menduduki posisi Menteri Pertahanan Armenia,
Kolonel Jenderal Seyran Ohanyan.
Keterlibatan Ohanyan yang saat itu masih berpangkat mayor, dilaporkan oleh
surat kabar Uni Soviet, Krasnaya Zvezda. Dalam laporan itu, sejumlah perwira
dan prajurit Resimen ke-366 Angkatan Bersenjata Armenia diduga telah
melancarkan serangan ke warga sipil Azerbaijan sejak 20 Februari 1962.
Sejumlah prajurit juga diduga melakukan perampokan dan penjarahan atas warga
sipil Azerbaijan. Hal ini terbukti dalam kantong dan tas prajurit ditemukan
sejumlah mata uang Azerbaijan.