Catatan Singkat soal Sultan Hamid II yang Disebut Hendropriyono Pengkhianat
Selasa, 16 Juni 2020
Sultan Hamid II disebut mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono sebagai pengkhianat. Sultan Hamid II adalah tokoh sejarah yang merancang lambang negara Garuda Pancasila.
Dilansir Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (IKPNI), diakses detikcom Selasa (16/6/2020), Syarif Abdul Hamid Alkadrie lahir di Pontianak, 12 Juli 1913. Dia adalah putra sulung Sultan Pontianak ke-6, Sultan Syarif Muhammad Alkadrie.
Pria keturunan etnis Arab ini menjabat Menteri Negara Zonder Portofolio Republik Indonesia Serikat(RIS) pada 1949. Setahun kemudian, dia ditugasi Presiden Sukarno untuk merencanakan, merancang, dan merumuskan lambang negara.
Pada 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara. Singkat cerita, terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Syarif Hamid dan karya M Yamin. Karya Syarif Hamid dipilih dan diterima pemerintah dan DPR. Bentuknya terus disempurnakan hingga menjadi Garuda Pancasila yang publik kenal sekarang.
Catatan soal kudeta
Dilansir KITLV dalam situsnya, Syarif Hamid tumbuh dalam didikan tentara Kerajaan Belanda (KNIL). Bahkan dia beristrikan perempuan Belanda. Kendati demikian, Syarif Hamid terafiliasi secara politik dengan kaum Republikan Indonesia.
Tahun 1950, ada upaya kudeta dari mantan Kapten tentara kerajaan Hindia-Belanda (KNIL) Raymond Westerling. Dia mendirikan milisi (sipil bersenjata) bernama Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).
Dilansir BBC Indonesia, Syarif Hamid atau Sultan Hamid II dianggap terlibat kudeta yang dilakukan Westerling tahun 1950 itu, dan dianggap ingin membunuh Menteri Pertahanan RI Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dia diadili dan dihukum 10 tahun penjara.
Syarif Hamid wafat di Jakarta pada 30 Maret 1978. Dia dimakamkan di Makam Kesultanan Pontianak Batulayang.
Ketua Yayasan Sultan Hamid II, Anshari Dimyati, telah menulis tesis master di Universitas Indonesia yang menyimpulkan Sultan Hamid II tidak bersalah dalam peristiwa APRA tahun 1950 itu. Peradilan tidak dapat membuktikan dugaan keterlibatan Sultan Hamid dalam kasus itu.
"Dia didakwa telah bersalah oleh opini dan statement media massa yang memberitakan tentang kasus ini... peradilan di Indonesia kala itu sangat dipengaruhi oleh faktor politik," jelas Anshari dalam pemberitaan BBC Indonesia, 10 Juni 2015.
Pernah diajukan jadi pahlawan nasional
Tahun 2016, Sultan Hamid II pernah diajukan ke Pemerintah untuk dianugerahi gelar pahlawan nasional.
Dilansir situs Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kalbar, Kementerian Sosial tidak mengabulkan permohonan gelar pahlawan nasional untuk Sultan Hamid II yang diajukan Yayasan Sultan Hamid II. Keputusan penolakan itu disampaikan ke yayasan pada 2019.